Jumat, 07 Desember 2012

Kasus Perlindungan Hak Cipta Lagu atau musik

Perlindungan hukum terhadap hak cipta atas lagu yang tidak diketahui penciptanya tahun 2012 Di Indonesia perlindungan hak cipta ini mulai di suarakan pada dekade tahun 1960 yang dilanjutkan dengan kajian-kajian pada dekade 1970-an Indonesia menerbitkan peraturan yang mengatur hak cipta pada tahun 1982 yaitu dengan terbitnya Undang-undang Nomor  19 tahun 2002 tentang hak cipta. Kemunculan undang-undang hak cipta ini, dari hari ke hari kian dianggap penting, sehingga terus menerus di sempurnakan.
Pemerintah Indonesia melaui pasal 12, undang-undang nomor 19 tahun 2002 mengakui dan melindungi antara lain :
1.    Dalam undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencangkup :
a.    Buku,program komputer, pamflet, perwajahan ( lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tertulis lainnya.
b.    Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
c.    Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
d.   Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
e.    Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim.
f.     Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
g.    Arsitektur.
h.    Peta.
i.      Seni batik.
j.      Fotografi.
k.    Senimatografi.
l.      Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
2.    Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf I dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.
3.    Perlindungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya tersebut.
 Pengakuan ini di barengi pembatasan hak cipta sebagaimana di atur pasal 15 undang-undang hak cipta dengan syarat mencantumkan sumbernya, baik untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta, hal ini juga berlaku untuk kepentingan pembelaan, ceramah pendidikan, pertunjukan gratis, perbanyakan non komersial dan lain sebagainya.
Kesadaran dalam mendaftarkan hak cipta ini semakin mendapatkan sambutan positif di Indonesia, terbukti dalam pendaftaran Hak cipta Batik di indonesia. Pemerintah Kabupaten Pemkab Indramayu telah mendaftarkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau hak cipta motif batik indramayu. Langkah ini merupakan terobosan baru dan bisa dibilang merupakan yang pertama terjadi di Indonesia. Pasalnya, motif batik tradisional Indonesia yang tidak diketahui lagi penciptanya dan sudah menjadi milik masyarakat atau umum didaftarkan ke Ditjen HAKI Departemen kehakiman guna mendapatkan perlindungan hukum.
Sebagai gambaran akan pentingnya pendaftaran hak cipta ini, dapat dilihat dari persoalan antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia dalam persoalan lagu Rasa sayange. Dimana pemerintah Malaysia menjadikan lagu Rasa sayange, lagu resmi MalaysiaTruly Asia untuk promosi pariwisata Malaysia dan hal ini telah memicu polemik antara kedua negara serumpun tersebut.
 Beberapa kelompok di Indonesia tidak bisa menerima lagu itu digunakan untuk promosi pariwisata Malaysia. Pemusik Maluku, misalnya, menilai tindakan Malaysia menggunakan lagu itu untuk promosi pariwisata menarik turis tidak tepat. Malaysia dituding telah mengambil hasil karya pemusik Indonesia, yang berasal dari daerah Maluku untuk kepentingan promosinya, karena lagu tersebut diyakini berasal dari Maluku. Malaysia pun berdalih bahwa lagu tersebut adalah milik masyarakat melayu. Bahkan Dubes Malaysia Dato Zainal Abidin Zain seperti dikutip beberapa majalah di Jakarta mengatakan, “sebem Indonesia dan Malaysia merdeka lagu tersebut sudah ada”.
Oleh karena itu sangat perlu sekali di selidiki dari mana sebenarnya lagu rasa Sayange itu, kalau memang benar dari Maluku atau dari Indonesia. Maka diperllukan bukti-bukti yang kuat bahwa lagu tersebut memang benar dari Maluku atau dari Indonesia. Tanpa ada bukti bahwa lagu tersebut berasal dari Indonesia  atau Maluku, maka klaim Indonesia atas lagu tersebut akan menjadi lemah. Kerena kita yang mengklaim  lagu Rasa Sayange berasal dari Indonesia, maka kita pulalah yang berkewajiban untuk membuktikannya, sebagaimana di atur dalam undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta.
Bila terbukti ada pencipta lagu Rasa Sayange, hal tersebut tidak akan menjadi masalah. Yang menjadi pertanyaan adalah lagu tersebut disebut-sebut tidak diketahui penciptanya alias NN atau No Name. Masyarakat Maluku mengaku bahwa lagu tersebut berasal dari daerah itu, maka harus ad bukti yang mendukungnya. Bukti itu bisa didapat dengan menulusuri siapa penciptanya, ahli warisnya atau kapan pertama kali lagu itu diumumkan. Bila tidak bisa dibuktikan lagu tersebut milik masyarakat maluku atau indonesia, klaim itu akan menjadi lemah. Ditinjau dari aspek undang-undang hak cipta, bila lagu tersebut tidak diketahui siapa penciptanya. Maka negaralah yang memegang hak cipta. Pasal 11 ayat (3) Undang-undang hak cipta menyebutkan bahwa, “ jika suatu ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya dan atau penerbitnya, negara memegang hak cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptanya.
Logikanya, Pemerintah Malaysia seharusnya lebih dahulu meminta izin kepada pemerintah Indonesia, melalui departemen Pariwisata dan Budaya atau Instansi terkait yang berkompeten untuk menggunakannya, jika memang lagu tersebut berasal dari Indonesia. Yang perlu dilakukan sekarang adalah mencari dan mmengumpulkan bukti-bukti yang kuat dari Indonesia atau dari daerah maluku.
Bila sudah ditemukan buktinya, perlu lagi dilihat masa berlaku atau perlindungan hukum atas lagu tersebut sudah berakhir atau masih berlaku. Bila masih berlaku hak cipta tersebut  sudah berakhir, maka karya ciptaan itu akan menjadi milik umum atau siapa saja bisa menggunakan lagu tersebut. Masa berlaku hak cipta, menurut undang-undang hak cipta nomor 19 tahun 2002 adalah selama masih hidup penciptanya dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal.
Dampak positif timbulnya klaim masyarakat Indonesia atau Maluku atas lagu Rasa Sayange, yang digunakan untuk promosi pariwisata Malaysia ada juga hikmahnya. Khususnya itu hendaknya menjadi pelajaran bagi pemerintah, terutama Departemen Pariwisata dan Budaya untuk segera melakukan inventarisasi karya cipta budaya bangsa seperti lagu-lagu yang tidak diketahui penciptanya, hikayat, dongeng, legenda dan lain – lain. Karya – karya budaya bangsa itu hendaknya dihimpun dan dibukukan, sehingga tidak timbul perselisihan dikemudian hari dan akan lebih mudah untuk pembuktiannya. Apabila sudah diketahui penciptanya dan terbukti benar bahwa lagu tersebut merupakan lagu nasional kita, maka akan ditindak lanjuti sesuai dengan Undang – Undang. Bukti itu bisa didapat dengan menelusuri siapa penciptanya, ahli warisnya atau kapan pertama kali lagu itu diumumkan.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep hak ekonomis dan hak moral. Hak moral adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku seni, rekaman, siaran yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
sumber : Andre Hehenusa, Katje Hehanussa. 2008. Lagu Rasa Sayange. Media Indonesia edisi 21 Agustus 2008:Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar