Perlindungan hukum terhadap hak cipta
atas lagu yang tidak diketahui penciptanya tahun 2012 Di Indonesia perlindungan
hak cipta ini mulai di suarakan pada dekade tahun 1960 yang dilanjutkan dengan
kajian-kajian pada dekade 1970-an Indonesia menerbitkan peraturan yang mengatur
hak cipta pada tahun 1982 yaitu dengan terbitnya Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta. Kemunculan
undang-undang hak cipta ini, dari hari ke hari kian dianggap penting, sehingga
terus menerus di sempurnakan.
Pemerintah Indonesia melaui pasal 12,
undang-undang nomor 19 tahun 2002 mengakui dan melindungi antara lain :
1.
Dalam
undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra yang mencangkup :
a.
Buku,program
komputer, pamflet, perwajahan ( lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan
semua hasil karya tertulis lainnya.
b.
Ceramah, kuliah,
pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
c.
Alat peraga yang
dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
d.
Lagu atau musik
dengan atau tanpa teks.
e.
Drama atau drama
musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim.
f.
Seni rupa dalam
segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
g.
Arsitektur.
h.
Peta.
i.
Seni batik.
j.
Fotografi.
k.
Senimatografi.
l.
Terjemahan,
tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
2.
Ciptaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf I dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan
tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.
3.
Perlindungan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua
ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk
kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya tersebut.
Pengakuan ini di barengi pembatasan hak
cipta sebagaimana di atur pasal 15 undang-undang hak cipta dengan syarat
mencantumkan sumbernya, baik untuk keperluan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu
masalah dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta,
hal ini juga berlaku untuk kepentingan pembelaan, ceramah pendidikan,
pertunjukan gratis, perbanyakan non komersial dan lain sebagainya.
Kesadaran
dalam mendaftarkan hak cipta ini semakin mendapatkan sambutan positif di
Indonesia, terbukti dalam pendaftaran Hak cipta Batik di indonesia. Pemerintah
Kabupaten Pemkab Indramayu telah mendaftarkan Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI) atau hak cipta motif batik indramayu. Langkah ini merupakan terobosan
baru dan bisa dibilang merupakan yang pertama terjadi di Indonesia. Pasalnya, motif
batik tradisional Indonesia yang tidak diketahui lagi penciptanya dan sudah
menjadi milik masyarakat atau umum didaftarkan ke Ditjen HAKI Departemen
kehakiman guna mendapatkan perlindungan hukum.
Sebagai
gambaran akan pentingnya pendaftaran hak cipta ini, dapat dilihat dari
persoalan antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia dalam
persoalan lagu Rasa sayange. Dimana pemerintah Malaysia menjadikan lagu Rasa
sayange, lagu resmi MalaysiaTruly Asia untuk promosi pariwisata Malaysia dan
hal ini telah memicu polemik antara kedua negara serumpun tersebut.
Beberapa
kelompok di Indonesia tidak bisa menerima lagu itu digunakan untuk promosi
pariwisata Malaysia. Pemusik Maluku, misalnya, menilai tindakan Malaysia
menggunakan lagu itu untuk promosi pariwisata menarik turis tidak tepat.
Malaysia dituding telah mengambil hasil karya pemusik Indonesia, yang berasal
dari daerah Maluku untuk kepentingan promosinya, karena lagu tersebut diyakini
berasal dari Maluku. Malaysia pun berdalih bahwa lagu tersebut adalah milik
masyarakat melayu. Bahkan Dubes Malaysia Dato Zainal Abidin Zain seperti
dikutip beberapa majalah di Jakarta mengatakan, “sebem Indonesia dan Malaysia
merdeka lagu tersebut sudah ada”.
Oleh
karena itu sangat perlu sekali di selidiki dari mana sebenarnya lagu rasa
Sayange itu, kalau memang benar dari Maluku atau dari Indonesia. Maka
diperllukan bukti-bukti yang kuat bahwa lagu tersebut memang benar dari Maluku
atau dari Indonesia. Tanpa ada bukti bahwa lagu tersebut berasal dari
Indonesia atau Maluku, maka klaim Indonesia
atas lagu tersebut akan menjadi lemah. Kerena kita yang mengklaim lagu Rasa Sayange berasal dari Indonesia,
maka kita pulalah yang berkewajiban untuk membuktikannya, sebagaimana di atur
dalam undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta.
Bila
terbukti ada pencipta lagu Rasa Sayange, hal tersebut tidak akan menjadi
masalah. Yang menjadi pertanyaan adalah lagu tersebut disebut-sebut tidak
diketahui penciptanya alias NN atau No Name. Masyarakat Maluku mengaku bahwa
lagu tersebut berasal dari daerah itu, maka harus ad bukti yang mendukungnya.
Bukti itu bisa didapat dengan menulusuri siapa penciptanya, ahli warisnya atau
kapan pertama kali lagu itu diumumkan. Bila tidak bisa dibuktikan lagu tersebut
milik masyarakat maluku atau indonesia, klaim itu akan menjadi lemah. Ditinjau
dari aspek undang-undang hak cipta, bila lagu tersebut tidak diketahui siapa
penciptanya. Maka negaralah yang memegang hak cipta. Pasal 11 ayat (3)
Undang-undang hak cipta menyebutkan bahwa, “ jika suatu ciptaan telah
diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya dan atau penerbitnya, negara
memegang hak cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptanya.
Logikanya,
Pemerintah Malaysia seharusnya lebih dahulu meminta izin kepada pemerintah
Indonesia, melalui departemen Pariwisata dan Budaya atau Instansi terkait yang
berkompeten untuk menggunakannya, jika memang lagu tersebut berasal dari
Indonesia. Yang perlu dilakukan sekarang adalah mencari dan mmengumpulkan
bukti-bukti yang kuat dari Indonesia atau dari daerah maluku.
Bila
sudah ditemukan buktinya, perlu lagi dilihat masa berlaku atau perlindungan
hukum atas lagu tersebut sudah berakhir atau masih berlaku. Bila masih berlaku
hak cipta tersebut sudah berakhir, maka
karya ciptaan itu akan menjadi milik umum atau siapa saja bisa menggunakan lagu
tersebut. Masa berlaku hak cipta, menurut undang-undang hak cipta nomor 19
tahun 2002 adalah selama masih hidup penciptanya dan terus berlangsung hingga
50 tahun setelah pencipta meninggal.
Dampak
positif timbulnya klaim masyarakat Indonesia atau Maluku atas lagu Rasa
Sayange, yang digunakan untuk promosi pariwisata Malaysia ada juga hikmahnya.
Khususnya itu hendaknya menjadi pelajaran bagi pemerintah, terutama Departemen
Pariwisata dan Budaya untuk segera melakukan inventarisasi karya cipta budaya
bangsa seperti lagu-lagu yang tidak diketahui penciptanya, hikayat, dongeng,
legenda dan lain – lain. Karya – karya budaya bangsa itu hendaknya dihimpun dan
dibukukan, sehingga tidak timbul perselisihan dikemudian hari dan akan lebih
mudah untuk pembuktiannya. Apabila sudah diketahui penciptanya dan terbukti
benar bahwa lagu tersebut merupakan lagu nasional kita, maka akan ditindak
lanjuti sesuai dengan Undang – Undang. Bukti itu bisa didapat dengan menelusuri
siapa penciptanya, ahli warisnya atau kapan pertama kali lagu itu diumumkan.
Hak
cipta di Indonesia juga mengenal konsep hak ekonomis dan hak moral. Hak moral
adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral
adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku seni, rekaman, siaran
yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan.
sumber : Andre Hehenusa, Katje Hehanussa. 2008. Lagu Rasa
Sayange. Media Indonesia edisi 21 Agustus 2008:Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar